Pengerahan Romusa

Perlu diketahui bahwa untuk menopang Perang Asia Timur Raya, Jepang
mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia.Tenaga kerja inilah yang
kemudian kita kenal dengan romusa. Mereka dipekerjakan di lingkungan
terbuka, misalnya di lingkungan pembangunan kubu-kubu pertahanan, jalan
raya, lapangan udara. Pada awalnya, tenaga kerja dikerahkan di Pulau Jawa
yang padat penduduknya, kemudian di kota-kota dibentuk barisan romusa
sebagai sarana propaganda. Desa-desa diwajibkan untuk menyiapkan
sejumlah tenaga romusa. Panitia pengerahan tersebut disebut Romukyokai,
yang ada di setiap daerah.

Rakyat Indonesia yang menjadi romusa itu diperlakukan dengan tidak
senonoh, tanpa mengenal peri kemanusiaan. Mereka dipaksa bekerja sejak
pagi hari sampai petang, tanpa makan dan pelayanan yang cukup, padahal
mereka melakukan pekerjaan kasar yang sangat memerlukan banyak asupan
makanan dan istirahat. Mereka hanya dapat beristirahat pada malam hari.
Kesehatan mereka tidak terurus. Tidak jarang di antara mereka jatuh sakit
bahkan mati kelaparan.

Untuk menutupi kekejamannya dan agar rakyat merasa tidak dirugikan,
sejak tahun 1943, Jepang melancarkan kampanye dan propaganda
untuk menarik rakyat agar mau berangkat bekerja sebagai romusa. Untuk
mengambil hati rakyat, Jepang memberi julukan mereka yang menjadi romusa
itu sebagai “Prajurit Ekonomi” atau “Pahlawan Pekerja”. Para romusa itu
diibaratkan sebagai orang-orang yang sedang menunaikan tugas sucinya
untuk memenangkan perang dalam Perang Asia Timur Raya. Pada periode itu
sudah sekitar 300.000 tenaga romusa dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke
luar negeri seperti ke Birma, Muangthai, Vietnam, Serawak, dan Malaya.
Sebagian besar dari mereka ada yang kembali ke daerah asal, ada yang tetap
tinggal di tempat kerja, tetapi kebanyakan mereka mati di tempat kerja.

Bagaimana dampak dari kebijakan dan tindakan Jepang tersebut?
Yang jelas penderitaan rakyat tidak berkurang tetapi justru semakin bertambah.
Kehidupan rakyat benar-benar menyedihkan. Bahan makanan sulit didapatkan
karena banyak petani yang menjadi pekerja romusa. Gelandangan di kotakota
besar makin tumbuh sumbur, seperti di kota Surabaya, Jakarta, Bandung,
dan Semarang. Tidak jarang mereka mati kelaparan di jalanan atau di bawah
jembatan. Penyakit kudis menjangkiti masyarakat. Pasar gelap tumbuh
di kota-kota besar. Akibatnya, barang-barang keperluan sulit didapatkan
dan semakin sedikit jumlahnya. Masyarakat hidup dalam kesulitan. Uang
yang dikeluarkan Jepang tidak ada jaminannya, bahkan mengalami inflasi
yang parah. Bahan-bahan pakaian sulit didapatkan, bahkan masyarakat
menggunakan karung goni sebagai bahan pakaian mereka. Obat-obatan
juga sangat sulit didapatkan. Penderitaan rakyat Indonesia semakin tidak
tertahankan.